Rabu, 11 Agustus 2010

Terima kasih kepada :
Tuhan Yang Maha Esa,.
senior2 ku Jimi Sinarta,
beserta temen2 seperjuangan ku,.
Model : Prisca
Fotografer : me (Hendrix Cunk)
Gear : Nikon d50
Lens : nikkor AV-S 18-55mm
lokasi : Jembatan Cinta Bengkayang

Rabu, 04 Agustus 2010

Bengkayang, sebuah daerah yang di juluki Bumi Sebalo mempunyai banyak sekali keindahan alam yang perlu di lestarikan, banyak lokasi-lokasi yang indah. yang seharusnya menjadi objek wisata Bengkayang,
ini adalah salah satunya,.
yang berhasil saya jepret dengan keterangan :
Lokasi  : Bengkayang
Gear : nikon d50
lensa : nikor AV-s 18-55mm
speed : 1/125
diafragma : 1 : 10
ISO : 200
Flash : no use
Croping by Photoshop CS3
masih banyak kekurangan dan sedikit kelebihan,.
hanya bermaksud ingin menyebarluaskan keindahan Bumi Sebalo Bengkayang, semoga semua yang belum mengenal Bengkayang itu akan tahu dan lebih yakin apa itu Bumi Sebalo Bengkayang.

Sedikit tentang Lighting

Esensi fotografi adalah bermain dengan cahaya. Dasar fotografi untuk mengatur cahaya dinamakan eksposure. Komponennya cuma tiga : shutter speed (kecepatan rana), aperture (bukaan diafragma) dan sensitivitas sensor (ISO). Namun pengaturan ketiga komponen inipun tak bisa lepas dari pemahaman dasar akan pencahayaan (lighting), karena cahaya adalah hal pokok yang akan diatur oleh komponen eksposur. Kali ini saya ingin mengulas mengenai teori dasar pencahayaan sebagai bekal untuk memudahkan anda mendapat eksposur yang tepat.
Pencahayaan, atau lighting, bisa digolongkan dalam berbagai bahasan. Umumnya kita membahas lighting berdasarkan jenisnya, sumbernya, dan arah datangnya. Berdasar jenis cahaya kita kenal ada hard light, soft light dsb. Berdasar sumber bisa cahaya tentu dibagi dalam beberapa macam sumber cahaya seperti matahari, lampu studio dsb. Sedangkan menurut arah datangnya cahaya, bisa digolongkan dalam cahaya depan, cahaya samping dan cahaya belakang.

Jenis cahaya

Secara sederhana jenis cahaya dibagi dalam dua kelompok yaitu cahaya keras (hard light) dan cahaya lembut (soft light). Cahaya keras cenderung punya intensitas tinggi yang menyulitkan kamera untuk mengukur eksposur yang tepat, dan berpotensi membuat pantulan pada objek yang difoto. Hard light juga akan membuat bayangan yang tegas sehingga kurang cocok untuk foto profesional. Cahaya keras contohnya dihasilkan oleh semua lampu kilat pada kamera, atau sinar matahari langsung yang menyorot ke objek foto.
Hard light (credit : dailyphototips.com)
Hard light (credit : dailyphototips.com)
Flash diffuser (credit :Omegasatter.com)
Sebaliknya cahaya lembut (soft light) umumnya dihasilkan melalui teknik studio yaitu penggunaan diffuser pada lampu kilat (lihat gambar di atas). Di taraf lebih tinggi digunakan teknik pantulan supaya cahaya bisa semakin lembut, baik pantulan ke langit-langit (bouncing) ataupun memakai reflektor. Cahaya lembut lebih cocok untuk dipakai di studio baik untuk foto orang ataupun foto produk, namun di luar ruang yang punya sumber cahaya kompleks, cahaya lembut sulit diaplikasikan. Setidaknya kita bisa mengenal perbedaan hasil yang didapat dengan memakai cahaya keras atau cahaya lembut.

Sumber cahaya

Di dunia ini sumber cahaya sangat banyak dan kompleks, mulai dari sinar matahari, bermacam jenis lampu dan benda lain yang berpendar. Tiap sumber cahaya memiliki intensitas dan temperatur warna yang berbeda-beda, sehingga diperlukan kemampuan yang baik dari kamera (atau fotografer) dalam menentukan white balance yang tepat. Umumnya kamera mampu mengenali cahaya matahari, lampu neon, lampu pijar dan lampu kilat. Bila hasil white balance otomatis dari kamera meleset (benda putih jadi kebiruan atau kemerahan) atur preset white balance secara manual. Untuk tingkat lebih lanjut, gunakan grey card sehingga foto yang meleset bisa ditolong memakai software.
Preset white balance (credit : alexismiller.com)
Preset white balance (credit : alexismiller.com)
Kebanyakan kita memotret mengandalkan cahaya alami khususnya sinar matahari. Perlu diingat kalau intensitas cahaya matahari sangat tinggi dan berpotensi membuat foto mengalami highlight clipping. Untuk hasil terbaik hindari memotret di saat matahari terik (jam 10 sampai jam 15) karena kamera tidak akan mampu menangkap rentang spektrum terang gelap yang amat lebar. Apalagi prinsip metering kamera mengandalkan cahaya yang dipantulkan oleh objek foto, sehingga resiko eksposure meleset cukup besar.
Temperatur
 warna bermacam cahaya (credit : Shortcourse.com)
Temperatur warna bermacam cahaya (credit : Shortcourse.com)

Arah datangnya cahaya

Yang menarik adalah pembahasan mengenai arah datangnya cahaya. Menarik karena bila disiasati dengan tepat, bisa didapat foto yang dramatis, namun bila salah maka hasilnya akan mengecewakan.
  • cahaya depan : sesuai namanya, arah datangnya sinar lurus dari depan objek. Cahaya dari depan ini akan memberikan penerangan yang merata di seluruh bidang foto, sehingga didapat foto yang flat tanpa tekstur terang gelap. Meski secara umum foto seperti ini baik, namun terkadang kurang artistik karena kontrasnya rendah.
  • cahaya samping : ini adalah teknik foto yang cukup artistik dengan mengandalkan cahaya yang datang dari arah samping objek foto. Sinar dari samping ini bisa menghasilkan bayangan dan bisa membuat area terang gelap yang bila secara jeli dioptimalkan maka bisa mendapat foto yang artistik. Contoh pemakaian adalah untuk fotografi windows lighting, dengan si model berdiri di samping jendela dan cahaya menyinari bagian samping dari si model.
  • cahaya belakang (backlight) : suatu kondisi yang bisa menghasilkan foto yang baik atau bahkan buruk, tergantung niatnya. Prinsipnya backlight akan membuat objek foto jadi siluet, sehingga tentukan dulu apakah siluet ini memang hasil yang diinginkan atau tidak. Bila kita tidak sedang ingin membuat foto siluet, usahakan menghindari memotret dengan backlight. Meski ada trik untuk mengatasi backlight, tapi hasilnya tidak akan optimal. Maka itu usahakan merubah posisi objek atau fotografer bila berhadapan dengan cahaya dari belakang.
Sebagai bonus, bila pun anda terpaksa memotret dengan sumber cahaya dari belakang (backlight), berikut tips untuk menghindari siluet :
  • atur kompensasi eksposure (Ev) ke arah positif, bisa sampai 2 stop kalau perlu. Hal ini memang akan membuat background menjadi blown (terbakar) tapi kita bisa menyelamatkan objek fotonya.
  • gunakan spot metering lalu arahkan titik pengukuran ke arah objek, hal ini akan membuat kamera menghasilkan eksposur yang tepat hanya di objek foto dan tidak menghiraukan cahaya yang datang dari arah belakang.
  • gunakan fill-in flash, jangan sangka lampu kilat hanya untuk dipakai di daerah gelap. Lampu kilat juga bermanfaat untuk menerangi daerah gelap akibat pencahayaan belakang.
  • gunakan koreksi memakai software (semisal Photoshop), namun tentu anda perlu waktu lagi untuk mengolahnya.

Kesimpulan

Dengan memahami bermacam konsep pencahayaan (jenis, sumber dan arah datangnya cahaya) diharap kita semakin bisa menghasilkan foto yang baik. Saat akan memotret, cobalah untuk sejenak berpikir mengenai cahaya apa yang akan kita pakai, apakah kita perlu soft light (bila ya gunakan diffuser pada lampu kilat), apakah intensitas cahaya sekitar sudah mencukupi untuk kamera mendapat eksposuer yang tepat, apakah kita perlu mengatur white balance secara manual, apakah arah datangnya cahaya memang sudah sesuai yang kita inginkan; bila tidak, bisakah kita merubah posisi kita (dan si objek) untuk mendapat arah cahaya yang tepat? Memang tampaknya rumit, mau memotret saja kok banyak yang harus dipikirkan. Tapi demi foto yang lebih baik, tak ada salahnya kan sedikit ‘berjuang’ dan berlatih?
Catatan : Tulisan ini dibuat berdasar pengalaman pribadi penulis dan tidak dimaksud untuk menggantikan teori dasar fotografi. Apa yang ditulis disini mungkin belum lengkap dan belum tentu sesuai dengan teori yang sebenarnya, mengingat basic of lighting amatlah kompleks dan perlu bahasan yang mendalam.

Selasa, 03 Agustus 2010

ISO dan Resiko noise

Sebagai pembuka, bolehlah sekedar mengingat kembali bahwa dasar fotografi adalah bermain dengan cahaya, dimana banyak sedikitnya cahaya yang ditangkap oleh kamera dipengaruhi oleh berapa kecepatan shutter dan besarnya bukaan diafragma. Dalam era fotografi film dikenal dengan nilai ASA pada film yang menandakan sensitivitas film tersebut terhadap cahaya. Istilah ISO pada fotografi digital (mengacu pada standar ISO 12232) pun ekuivalen seperti ASA untuk film, dimana dalam hal ini ISO menyatakan nilai sensitivitas sensor pada kamera digital.
ccd
Sensor CCD
Sensor, baik CCD maupun CMOS, adalah komponen utama dari sebuah kamera digital, yaitu berupa sekeping cip silikon yang tersusun atas jutaan piksel yang peka cahaya. Pada saat gambar yang datang dari lensa mengenai sensor maka tiap-tiap piksel tersebut akan menangkap energi cahaya yang datang dan merubahnya menjadi besaran sinyal tegangan. Seberapa sensitif sensor mampu menangkap cahaya inilah yang dinyatakan oleh besaran ISO. Setiap sensor memiliki nilai ISO dasar/ISO normal yaitu nilai sensitivitas terendah dari sensor yang umumnya ekuivalen dengan ISO50 hingga ISO200 (tergantung jenis dan merk kamera). Pada nilai ISO normal ini kepekaan sensor terhadap cahaya berada pada level terendah sehingga dibutuhkan cukup banyak cahaya untuk mendapatkan foto dengan exposure yang tepat. Oleh karena itu umumnya ISO normal hanya dipakai saat pemotretan outdoor di siang hari.
ISO 
selectorUntuk mengukur cahaya, istilahnya metering, kamera memiliki sistem pengukur cahaya (light meter) yang menginformasikan seberapa banyak cahaya yang akan masuk mengenai sensor. Apabila cahaya yang diterima sensor terlalu rendah (kadang kamera memberi warning low light pada layar LCD) maka pilihan yang ada untuk menjaga exposure adalah dengan memperbesar diafragma, melambatkan shutter, dan/atau menaikkan nilai ISO. Pada kamera saku yang serba otomatis, nilai shutter dan diafragma akan ditentukan secara otomatis oleh kamera berdasarkan hasil pengukuran cahaya. Apabila pada kondisi kurang cahaya kombinasi shutter dan diafragma tidak mampu menghasilkan exposure yang tepat, barulah nilai ISO perlu dinaikkan. Apabila mode ISO pada kamera diset ke AUTO, maka kamera akan menaikkan nilai ISO secara otomatis. Pada kamera yang memungkinkan untuk dapat menentukan nilai ISO secara manual, nilai ISO yang lebih tinggi dapat kita pilih dalam faktor kelipatan mulai dari 200, 400, 800, 1600 hingga 3200. Bahkan kini kamera digital terbaru mulai menawarkan kemampuan ISO 6400 untuk sensitivitas ekstra tinggi.
ISO 
rendah dan ISO tinggiPerlu dicatat bahwa dengan nilai ISO yang lebih tinggi juga memungkinkan pemotretan dengan kecepatan shutter yang lebih cepat. Hal ini dikarenakan ISO tinggi memberikan sensitivitas tinggi sehingga kamera tidak memerlukan banyak cahaya untuk mendapat exposure yang tepat. Shutter cepat ini bermanfaat untuk membuat objek yang bergerak jadi nampak diam. Istilahnya, membekukan objek (lihat gambar perbandingan di samping). Penggunaan ISO rendah (misalnya ISO 100) akan membuat shutter kurang cepat (misal 1/20 detik) untuk mampu menangkap gerakan si anak. Dengan menaikkan ISO (misal ISO 800), didapat nilai shutter yang lebih cepat (misal 1/160 detik) sehingga si anak jadi nampak diam. Terkadang pada kamera yang tidak dilengkapi stabilizer, pemakaian ISO tinggi juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah gambar menjadi blur. Dengan ISO tinggi diharapkan getaran tangan yang biasanya rawan membuat gambar blur bisa dihindari karena shutter yang lebih cepat.
Sayangnya peningkatan ISO juga akan membawa efek negatif yang tidak diinginkan. Meningkatkan ISO berarti meningkatkan sensitivitas sensor, sehingga sinyal yang lemah pun dapat menjadi kuat. Masalahnya, pada proses kerja sensor juga menghasilkan noise yang mengiringi sinyal aslinya. Bila ISO dinaikkan, noise yang awalnya kecil pun akan ikut menjadi tinggi. Noise yang tinggi akan tampak mengganggu pada hasil foto dan muncul berupa titik-titik warna yang tidak enak untuk dilihat. Masalah noise ini akan lebih parah apabila jenis sensor yang digunakan adalah sensor berukuran kecil, seperti yang umum dipakai pada kamera saku. Kenapa? Karena sensor kecil memiliki ukuran titik/piksel yang kecil juga, dan secara teori piksel kecil lebih rentan terhadap noise dibandingkan piksel berukuran lebih besar. Oleh karena itulah kamera digital SLR lebih baik dalam menghasilkan foto pada ISO tinggi, karena kamera DSLR memakai sensor yang lebih besar (dan lebih mahal biaya produksinya).
Noise pada berbagai jenis kamera
Noise pada berbagai jenis kamera
Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi noise? Pertama tentunya sebisa mungkin hindari pemakaian ISO terlalu tinggi. Namun apabila terpaksa mamakai ISO tinggi, kamera digital masa kini telah memiliki sistem pengurang noise (Noise Reduction/NR) yang secara otomatis akan mencoba memperhalus hasil foto sebelum disimpan menjadi sebuah file. Tiap merk kamera punya ‘pendekatan’ tersendiri untuk mengatasi noise ini. Bisa jadi merk A akan sedikit menerapkan NR sehingga foto tampak masih agak noise namun memiliki detail lebih baik. Merk B bisa saja memakai NR terlalu berlebih sehingga foto yang dihasilkannya bersih dari noise namun detilnya ikut hilang. Sayangnya sampai saat ini belum ada metoda NR yang mampu menghilangkan noise namun sekaligus mempertahankan detail foto dengan sama baiknya. Apabila untuk kebutuhan fotografi ternyata banyak membuat foto dengan memakai ISO tinggi, sebaiknya memakai kamera profesional dengan sensor berukuran besar (2/3 inci, APS-C atau bahkan Full Frame) yang memiliki Signal to Noise ratio yang baik, sehingga efek dari noise ini dapat dikurangi.
Kesimpulan
  • Nilai ISO dalam fotografi digital menyatakan sensitivitas dari sensor yang dipakai pada kamera digital.

  • Apabila melalui pengaturan shutter dan diafragma tetap tidak bisa didapat exposure yang tepat (biasanya pada kondisi cahaya rendah) maka bisa dicoba menaikkan nilai ISO.
  • Selain untuk pemotretan saat cahaya rendah, pemakaian ISO tinggi juga cocok untuk mencegah blur akibat getaran tangan (apabila kamera tidak dilengkapi fitur stabilizer) atau untuk fotografi kecepatan tinggi, karena ISO tinggi memungkinkan pemakaian shutter lebih cepat dibanding ISO rendah.
  • Menaikkan nilai ISO akan membuat efek samping adanya noise pada hasil foto.
  • Metoda Noise Reduction (NR) dapat digunakan untuk mengurangi noise yang muncul, namun idealnya proses NR tetap mampu sedapat mungkin mempertahankan detail foto supaya tetap tajam.
Saran
  • Carilah kamera yang memiliki sensor berukuran lebih besar dibanding kamera pada umumnya sehingga efek dari noise ini dapat dikurangi.
  • Membiarkan mode ISO dalam posisi AUTO bisa jadi dapat membuat kamera otomatis menaikkan nilai ISO terlalu tinggi bila digunakan pada tempat yang kurang cahaya, alternatifnya aturlah nilai ISO secara manual dengan disesuaikan kondisi pemotretan.
  • Apabila harus menggunakan ISO tinggi, apabila tersedia, gunakan format file RAW sehingga bisa dilakukan noise reduction secara software melalui PC.
  • Jangan membeli kamera digital yang :
  1. tidak bisa mengatur ISO secara manual
  2. memakai image stabilizer palsu dengan menaikkan ISO
  3. memiliki mega piksel tinggi tapi ukuran sensor kecil -> akan sangat noise di ISO tinggi

Lampu kilat yang ada pada kamera kita

Sumber cahaya yang dipancarkan dari kamera ini ternyata banyak gunanya baik disaat siang terik maupun saat gelap. Meski fitur lampu ini bisa dibuat otomatis, namun akan lebih baik kalau kitalah yang menentukan apakah si lampu ini harus menyala atau justru tidak perlu menyala setiap kali kita memotret. Kini kita akan bahas lebih jauh seputar lampu kilat dan tips memaksimalkan fitur lampu kilat yang tersedia di kamera anda.
Ada beberapa hal yang perlu anda investigasi dulu mengenai keberadaan lampu kilat pada kamera anda, karena hal ini akan berbeda-beda untuk tiap merk dan jenis kamera :
  • Ketahui kekuatan pancaran flash (dinyatakan dalam Guide Number/GN), semakin besar maka semakin kuat (umumnya kamera saku punya lampu kilat yang powernya dibawah rata-rata).
  • Periksa letak lampu kilat apakah menyatu dengan bodi kamera atau bisa dibuka tutup? Bila menyatu pastikan tangan kita tidak menghalangi si lampu. Bila bisa dibuka tutup akan lebih baik karena jarak lampu ke lensa semakin jauh sehingga meminimalisir resiko mata merah (red-eye).
  • Periksa apakah ada fasilitas pengaturan kekuatan flash secara manual (umumnya di kamera prosumer) dimana kita bisa mengatur daya pancar secara manual, serta pengaturan kompensasi flash untuk tingkat lanjutnya.
  • Periksa adakah flash hot-shoe / dudukan untuk memasang lampu kilat eksternal, bila ada periksa berapa titik konektor di hot shoe tersebut (bila hanya ada satu di tengah artinya dia tidak mendukung TTL-flash). Tiap merk kamera semestinya memakai aksesori lampu kilat yang semerk, namun sejak banyaknya lampu kilat merk alternatif (baca : murah) di pasaran maka bukan tidak mungkin kita bisa memasang lampu kilat apa saja di kamera kita.
  • Ini yang penting, periksa kembali apakah ada fitur front sync dan rear sync (atau istilah lainnya 1st curtain dan 2nd curtain) pada kamera anda. Anda bisa melihatnya di flash mode atau periksa buku manual.
  • Akan lebih baik kita mengenali seberapa cepat kamera anda siap memotret kembali setelah memakai lampu kilat. Karena pengisian kapasitor lampu perlu waktu, umumnya si kamera baru mau dipakai memotret lagi setelah 4 sampai 7 detik setelah menembakkan kilatnya. Kamera berbaterai Lithium agak lebih cepat dalam urusan ini dibanding kamera berbaterai AA.
Kini kita akan bahas tiga hal yang berkaitan dengan memaksimalkan fungsi lampu kilat untuk mendapat hasil foto yang lebih baik dan lebih terkesan profesional.

Fill-in flash untuk langit lebih biru

Trik pertama ini adalah untuk pemakaian di siang hari, dengan langit yang dominan sebagai background. Kebanyakan dari kita tidak akan memakai lampu kilat di siang hari kan? Padahal dalam kondisi tertentu lampu kilat tetap diperlukan untuk mengkompensasi bayangan yang terbentuk tergantung arah datangnya sinar matahari. Trik ini dinamakan fill-in flash, yang sudah kita bahas di artikel lalu. Kini kami berikan trik untuk membuat langit lebih biru dengan bantuan fill-in flash.
Seperti yang sudah biasa kita alami, memotret obyek dengan latar langit biru di siang hari cukup sulit. Metering kamera akan berusaha mendapat eksposur yang tepat pada obyek sehingga bila latarnya adalah langit akan menjadi over eksposur. Langkah termudah bagi pemula (dengan kamera saku misalnya) adalah menurunkan Ev ke arah minus hingga langit menjadi biru, meski obyek akan jadi gelap. Tapi jangan kuatir, karena dengan fill-in flash maka obyek yang gelap akan diterangi oleh lampu. Oleh karenanya, pastikan jarak si obyek dalam jangkauan lampu kilat.

img_0002
Contoh fill-in flash untuk langit biru (credit : Yudhistira Utomo/FN)
Untuk kamera yang dilengkapi manual mode, lakukan tahap-tahap sebagai berikut :
  • set mode dial ke arah manual
  • set shutter di nilai 1/panjang fokal (misal pakai 50mm maka buat speed di 1/50 detik)
  • atur bukaan diafragma hingga light meter menunjukkan nilai under (bisa 1 Ev)
  • atur fokus supaya mengunci di obyek, lakukan rekomposisi bila perlu
  • ambil foto dengan fill-in flash
exp-lock
Bila kamera anda ada tombol AE-lock/AF-lock, cukup manfaatkan tombol ini saja :
  • set tombol AE-L untuk  mode exposure-lock saja (baca lagi buku manual), sedang focus-lock dilakukan dari tombol rana
  • mode dial pada kamera bebas, bisa P (program), A (Aperture) atau S (Shutter)
  • terlebih dahulu lakukan metering ke langit, lalu kunci eksposur dengan tombol AE-L
  • arahkan kamera ke obyek lalu kunci fokus ke obyek, lakukan rekomposisi bila perlu
  • ambil foto dengan fill-in flash

Foto malam hari lebih natural dengan Slow Sync Flash

slowsync-sePada kondisi gelap di malam hari, lampu kilat menjadi harapan untuk kita bisa tetap memotret. Namun karena kekuatannya yang terbatas, memotret di malam hari hanya akan memberikan penerangan di obyek yang dekat, sedang latar belakangnya akan gelap. Hal yang mengecewakan adalah saat kita ingin difoto di malam hari dengan latar lampu yang beraneka warna namun ternyata tidak tampak jelas karena gelap. Hal ini karena default setting untuk lampu kilat adalah memakai shutter 1/60 detik. Untuk mendapat foto yang lebih natural, kita perlu menurunkan speed lebih rendah dari nilai default sehingga kamera punya waktu cukup banyak untuk menangkap cahaya sekitar (bila ada) meskipun memakai lampu kilat.
Perbedaan hasil antara memakai normal flash dan slow sync flash tampak seperti pada contoh berikut :

slow-sync
Perbedaan flash biasa (atas) dan slow-sync (bawah)               (credit : navendu.net)
Pada kebanyakan kamera digital modern kini sudah dilengkapi dengan mode slow-sync flash, yang artinya lampu kilat yang digabungkan dengan speed rendah. Yang perlu diperhatikan saat memakai mode ini diantaranya :
  • slow sync artinya memakai shutter speed rendah (antara 1/4 detik hingga 1/30 detik), hindari getaran tangan saat memotret dengan mengaktifkan stabilizer atau gunakan tripod
  • saat memakai mode ini, mintalah si obyek untuk diam sampai flash menyala
  • carilah latar belakang yang memiliki sumber cahaya natural seperti lampu hias atau gedung yang berpendar
  • perhatikan kalau saat memotret, begitu tombol ditekan lampu mungkin tidak langsung menyala (tergantung speed) karena lampu akan menyala di akhir eksposur.

Dapatkan motion blur dengan Front Sync dan Rear Sync Flash

sync-explained
Hampir mirip seperti trik di atas, ada juga kamera yang menyediakan fitur flash advanced yaitu front sync dan rear sync. Sederhananya, perbedaan keduanya adalah pada kapan waktu si lampu itu menyala :
  • Front Sync (1st curtain) adalah default lampu kilat, dia menyala sesaat setelah tombol ditekan dan shutter terbuka.
  • Rear Sync (2nd curtain) adalah kondisi sebaliknya, dia menyala sesaat menjelang shutter ditutup.
Perhatikan kedua perbedaan di atas, bila shutter speed yang digunakan tinggi, maka tidak ada perbedaan antara keduanya. Namun saat kita memakai speed rendah (misal 1/2 detik), maka kapan lampu menyala akan memberi perbedaan hasil, apalagi bila ada pergerakan obyek disana. Apalaagi mode lanjutan ini disedikan khusus buat memberi kesan bergerak pada sebuah obyek, dengan memanfaatkan speed rendah dan lampu kilat.
1st-sync-flashFront sync akan menembakkan flash sesaat setelah shutter dibuka. Bila memakai speed lambat, meski lampu sudah menyala, shutter kamera masih terus membuka hingga gerakan obyek akan terekam sebagai motion blur. Perhatikan kalau lampu hanya akan menerangi gerakan benda di awal saja seperti contoh foto di sebelah ini.
2nd-sync-flashSedangkan Rear Sync akan menembakkan flash saat shutter akan ditutup, sehingga kamera sudah terlebih dahulu merekam jejak motion blur baru diakhiri dengan menembakkan lampu kilat. Hasilnya, foto unik dengan kesan motion blur yang apik seperti contoh disamping. (Foto dari steephill.tv)

manual setting kamera DSLR

Bisa jadi semenjak pertama seseorang membeli kamera digital, mode yang senantiasa dipakainya untuk memotret adalah mode AUTO. Alasan pertama karena mode ini memang menjadi mode yang paling mudah dipakai dan relatif bisa diandalkan pada berbagai macam situasi tanpa takut hasil fotonya akan mengecewakan. Alasan kedua mungkin karena kebetulan pada kamera digital itu hanya tersedia mode AUTO saja, sehingga ‘terpaksa’ tidak bisa berkreasi lebih jauh dengan mode manual. Memang pada umumnya kamera digital berjenis point-and-shoot dirancang amat simpel dan tidak dilengkapi dengan banyak fitur manual layaknya kamera prosumer. Namun bagi anda yang memiliki kamera dengan fitur manual, masihkah anda tetap memakai mode AUTO setiap saat?
Artikel ini akan mengajak anda untuk mengoptimalkan fitur-fitur manual yang ada pada kamera digital anda. Sebagai langkah awal, pertama tentunya adalah kenali dulu fitur manual apa saja yang tersedia di kamera anda, mengingat tiap kamera memiliki spesifikasi yang berbeda. Coba kenali dan periksa kembali spesifikasi kamera anda, akan lebih baik bila semua fitur manual di bawah ini tersedia pada kamera anda :
  • Manual sensitivity/ISO, artinya pada kamera tersedia pilihan untuk menentukan nilai sensitivitas sensor/ISO mulai dari AUTO, 100, 200, 400 hingga 1600. Ada kamera yang bahkan untuk menentukan nilai ISO sepenuhnya adalah AUTO, ada kamera yang nilai ISO terendahnya di 50, dan ada kamera yang sanggup mencapai ISO amat tinggi (3200, 6400 hingga 10000). Artikel soal ISO ini pernah saya buat disini.
  • Advanced Shooting Mode : P (Program), A (Aperture Priority), S (Shutter Priority), M (Manual). Lebih lanjut akan kita bahas nanti.
  • Exposure Compensation (Ev), digunakan untuk mengkompensasi eksposure ke arah terang atau gelap. Apabila eksposure yang ditentukan oleh kamera tidak sesuai dengan keinginan kita, fitur ini dapat membantu. Naikkan Ev ke arah positif untuk membuat foto lebih terang dan turunkan untuk mendapat foto yang lebih gelap. Biasanya tingkatan/step nilai Ev ini dibuat dalam kelipatan 1/3 atau 1/2 step.
  • Manual focus, suatu fitur yang tidak begitu banyak dijumpai di kamera saku. Berguna apabila auto fokus pada kamera gagal mencari fokus yang dimaksud, seperti pada objek foto yang tidak punya cukup kontras untuk kamera mengunci fokus (karena kerja auto fokus kamera berdasar pada deteksi kontras).
  • Manual White Balance, untuk mendapatkan temperatur warna yang sesuai dengan aslinya. Bermacam sumber cahaya yang berlainan sumbernya memiliki temperatur warna (dinyatakan dalam Kelvin) berbeda-beda, sehingga kesalahan dalam mengenal sumber cahaya akan membuat warna putih menjdi terlalu biru atau terlalu merah. Umumnya semua kamera digital termasuk kamera ponsel telah memiliki fitur auto White Balance yang bisa beradaptasi pada berbagai sumber cahaya. Namun sebaiknya kamera anda memiliki keleluasaan untuk mengatur White Balance secara manual seperti Daylight, Cloudy, Tungsten, Flourescent dan manual adjust.
  • Flash intensity level, berguna untuk mengubah-ubah kekuatan cahaya dari lampu kilat pada kamera. Hal ini kadang berguna saat hasil foto yang diambil dengan lampu kilat ternyata terlalu terang atau justru kurang terang.
Fitur manual manakah yang paling berdampak langsung pada kualitas hasil foto? Karena fotografi adalah permainan cahaya (exposure) dimana tiga unsur pada kamera yang menentukan adalah Shutter speed (kecepatan rana), Aperture (diafragma) dan ISO, maka fitur manual paling penting menurut saya adalah fitur manual P/A/S/M dan fitur manual ISO (sejauh yang saya amati, apabila sebuah kamera telah memiliki fitur P/A/S/M, maka kamera tersebut juga telah memiliki fitur manual ISO). Pada prinsipnya, kamera (dan fotografer) akan berupaya untuk menghasilkan sebuah foto yang memiliki eksposure yang tepat. Artinya, foto yang dihasilkan semestinya tidak boleh terlalu gelap atau terlalu terang. Gelap terangnya foto yang dibuat oleh kamera ditentukan dari ketiga faktor tadi, dimana :
  • shutter bertugas mengatur berapa lama cahaya akan mengenai sensor (atau film pada kamera analog), dinyatakan dalam satuan detik. Semakin singkat kecepatan shutter maka semakin sedikit cahaya yang masuk, dan demikian pula sebaliknya. Biasanya kamera memiliki kecepatan shutter mulai dari 30 detik hingga 1/4000 detik.
  • aperture memiliki tugas mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke lensa (dengan memperbesar atau memperkecil ukuran difragma), dinyatakan dalam f-number berupa skala pecahan mulai yang terbesar hingga terkecil (contoh : f/2.8, f/3.5, f/8 dsb). Nilai f-number kecil menandakan bukaan diafragma besar, sedang nilai f besar menunjukkan bukaan diafragma kecil. Nilai maksimum dan minimum dari diafragma suatu kamera ditentukan dari lensanya, dan nilai ini akan berubah seiring dengan perubahan jarak fokal lensa.
  • ISO menentukan tingkat sensitivitas sensor terhadap cahaya sehingga semakin tinggi nilai ISO maka sensor akan semakin peka terhadap cahaya meski dengan resiko meningkatnya noise pada foto. Faktor ISO ini menjadi pelengkap komponen eksposure selain shutter dan aperture, terutama saat kombinasi shutter dan aperture belum berhasil mendapatkan nilai eksposure yang tepat.
Pada kamera terdapat suatu alat ukur cahaya yang fungsinya amat penting dalam menentukan eksposure yang tepat. Alat ukur ini dinamakan light-meter, fungsinya adalah untuk mengukur cahaya yang memasuki lensa, biasa disebut dengan metering (biasanya terdapat dua macam pilihan metering pada kamera, yaitu average/multi segment/matrix dan center weight/spot). Hasil pengukuran ini dikirimkan ke prosesor di dalam kamera dan digunakan untuk menentukan berapa nilai eksposure yang tepat. Setidaknya inilah cara kerja semua kamera yang diopersikan secara otomatis melalui mode AUTO.
Tidak semua foto yang diambil memakai mode AUTO memberikan hasil eksposure yang memuaskan. Terkadang nilai shutter dan aperture yang ditentukan secara otomatis oleh kamera tidak sesuai dengan keinginan kita. Untuk itu keberadaan fitur manual P/A/S/M dapat membantu mewujudkan kreatifitas kita dan pada akhirnya bisa membuat foto yang lebih baik.
Inilah hal-hal yang bisa anda lakukan dengan fitur manual eksposure P/A/S/M pada kamera anda :
  1. Program mode (P). Huruf P disini kadang artinya diplesetkan sebagai ‘Pemula’ karena sebenarnya di mode ini hampir sama seperti memakai mode AUTO (oleh karena itu mode P ini relatif aman untuk dipakai sebagai mode standar sehari-hari). Bila pada mode AUTO semua parameter ditentukan secara otomatis oleh kamera, maka pada mode P ini meski kamera masih menentukan nilai shutter dan aperture secara otomatis, namun kita punya kebebasan mengatur nilai ISO, white balance, mode lampu kilat dan Exposure Compensation (Ev). Tampaknya tidak ada yang istimewa di mode P ini, tapi tunggu dulu, beberapa kamera ada yang membuat mode P ini lebih fleksibel dengan kemampuan program-shift. Dengan adanya program-shift ini maka kita bisa merubah variasi nilai pasangan shutter-aperture yang mungkin namun tetap memberikan eksposure yang tepat (konsep reciprocity) . Bila kamera anda memungkinkan program-shift pada mode P ini, cobalah berkrerasi dengan berbagai variasi pasangan nilai shutter-aperture yang berbeda dan temukan perbedaannya.
  2. Aperture-priority mode (A, atau Av). Mode ini optimal untuk mengontrol depth-of-field (DOF) dari suatu foto, dengan cara mengatur nilai bukaan diafragma lensa (sementara kamera akan menentukan nilai shutter yang sesuai). Aturlah diafragma ke bukaan maksimal (nilai f kecil) untuk mendapat foto yang DOFnya sempit (objek tajam sementara latar belakang blur) dan sebaliknya kecilkan nilai diafragma (nilai f tinggi) untuk mendapat foto yang tajam baik objek maupun latarnya. Biasanya pada lensa kamera saku, bukaan diafragma maksimal di f/2.8 (pada saat wide maksimum) dan bukaan terkecil berkisar di f/9 hingga f/11 (tergantung spesifikasi lensanya). Namun dalam situasi kurang cahaya, memperkecil diafragma akan membuat eksposure jadi gelap, untuk itu biarkan nilai diafragma pada posisi maksimal saat memotret di tempat yang kurang cahaya.
    Aperture priority mode
    Aperture priority mode pada DSLR
  3. Shutter-priority mode (S, atau Tv). Mode ini kebalikan dari mode A/Av, dimana kita yang menentukan kecepatan shutter sementara kamera akan mencarikan nilai bukaan diafragma yang terbaik. Mode ini berguna untuk membuat foto yang beku (freeze) atau blur dari benda yang bergerak. Dengan memakai shutter amat cepat, kita bisa menangkap gerakan beku dari suatu momen olahraga, misalnya. Sebaliknya untuk membuat kesan blur dari suatu gerakan (seperti jejak lampu kendaraan di malam hari) bisa dengan memakai shutter lambat. Memakai shutter lambat juga bermanfaat untuk memotret low-light apabila sumber cahaya yang ada kurang mencukupi sehingga diperlukan waktu cukup lama untuk kamera menangkap cahaya. Yang perlu diingat saat memakai shutter cepat, cahaya harus cukup banyak sehingga hasil foto tidak gelap. Sebaliknya saat memakai shutter lambat, resiko foto blur akibat getaran tangan akan semakin tinggi bila kecepatan shutter diturunkan. Untuk itu gunakan fitur image stabilizer (bila ada) atau gunakan tripod. Sebagai catatan saya, nilai kecepatan shutter mulai saya anggap rendah dan cenderung dapat mengalami blur karena getaran tangan adalah sekitar 1/30 detik, meski ini juga tergantung dari cara dan kebiasaan kita memotret serta posisi jarak fokal lensa. Pada kecepatan shutter sangat rendah di 1/8 detik, pemakaian stabilizer sudah tidak efektif lagi dan sebaiknya gunakan tripod.
  4. Manual mode (M). Di level mode full-manual ini, fotograferlah yang bertugas sebagai penentu baik nilai shutter dan aperture. Light-meter pada kamera tetap berfungsi, namun tidak digunakan untuk mengatur nilai eksposure secara otomatis, melainkan hanya sebagai pembanding seberapa jauh eksposure yang kita atur mendekati eksposure yang diukur oleh kamera. Di mode ini dibutuhkan pemahaman akan eksposure yang baik, dalam arti fotografer harus mampu untuk mengenal kondisi cahaya pada saat itu dan dapat membayangkan berapa nilai shutter dan aperture yang diperlukan. Bila variasi kedua parameter ini tidak tepat, niscaya foto yang dihasilkan akan terlalu terang atau terlalu gelap. Namun bila sukses memakai mode manual ini, kita bisa mendapat foto yang memiliki eksposure yang baik melebihi foto yang diambil dengan mode AUTO, Program, Aperture-priority ataupun Shutter-priority. Contohnya pada saat mengambil foto sunset di pantai dimana dibutuhkan feeling yang tepat akan eksposure yang diinginkan.
Dengan memahami fungsi-fungsi dari fitur manual pada kamera, diharapkan kita mau mencoba-coba berkreasi dengan fitur tersebut dan mendapat hasil yang memuaskan. Selamat berkreasi..